Ilustrator : Aulia Silmi* |
Oleh: Novi Dina*
Perempuan
itu duduk di salah satu kamar yang berada di rumahnya dengan cermin besar di
hadapannya. Ia melihat dirinya dalam cermin dengan keadaan pucat. Di hari
bahagianya itu ia terlihat pucat, tak bergairah, entah karena kelelahan untuk mempersiapkan
pernikahannya atau memang sedang sakit keras yang membuat dirinya terlihat
pucat bak seperti orang yang sedang sakit.
Beberapa
alat rias tertata meja riasnya. Hari itu ia ingin merias wajahnya sendiri tanpa
bantuan orang lain. Banyak sekali yang menawarkan diri untuk merias perempuan
tersebut tetapi ia menolaknya dengan alasan dihari istimewanya itu ia ingin
terlihat cantik tanpa bantuan siapa pun.
Tangannya
yang dingin itu mengambil kuas, pensil alis, eyliner, bedak dan kawan-kawannya untuk menghias wajahnya yang
sudah pucat. Meja riasannya seketika amburadul.
Tak
ada raut bahagia yang ia perlihatkan. Entah karena ia tak bahagia atas
pernikahannya atau ada hal lain yang membuat pudarnya kebahagiaan pada wajahnya
yang cantik itu. Udara yang masuk melalui cela-cela kamarnya pun juga sama,
yaitu dingin. Usai menghias dirinya ia melihat ke arah lemari yang tak jauh
dari tempat duduknya. Terdapat kebaya putih itu sedang
tergantung pada sebuah lemari kayu. Kedua matanya kini melihat dalam-dalam
kebaya putih itu dan teringat saat memesan kebaya itu. Saat itu kebaya yang
sedang di jahit oleh seseorang perempuan tua, tiba-tiba
saja sang penjahit jatuh sakit saat kebaya belum selesai. Awalnya penjahit itu
terkena tusukan jarum yang ia pakai untuk menjahit kebaya tersebut dan setelah
itu badannya menggigil hingga tak sanggup menyelesaikan jahitannya. Sebelum
nyawa direnggut malaikat pencabut nyawa sang penjahit masih bersih keras untuk
melanjutkan jahitannya. Meski dengan darah yang masih keluar dari luka tusukan
jarum,
penjahit itu terus menjahitnya. Tepat lima menit setelah menyelesaikan
jahitannya datanglah tamu yang tak diundang masuk ke dalam rumah si penjahit.
“Siapa kamu?” Tanya penjahit itu.
“Aku
utusan Tuhan yang diutus untuk menjemputmu setelah kau selesai menjahit kebaya
itu!”
Setelah
cukup lama ia memandangi kebaya yang tergantung di lemarinya, akhirnya ia memberanikan diri untuk
memakainya.
“Aku
ingin cantik di hari bahagiaku ini, tetapi mengapa aku tak cantik?” Keluhnya
saat melihat dirinya dalam cermin.
Setelah
menggunakan kebaya putih bukannya tambah cantik ia sedikit menyeramkan. Mungkin
karena dirinya pucat seperti mayat di tambah mengenakan kebaya putih. Hiasan
yang ia kenakan tak mampu menutupi wajahnya yang pucat. Tubuhnya kini kian menggigil.
Kini
ia sedang duduk di sudut kasur
sambil menunggu seseorang masuk ke kamarnya dan menjemputnya. Setelah sekian lama
menunggu dalam kamar terdengar suara ketukan dari luar kamar. Ia bergegas
bangkit dari tempat duduknya dan mendekati pintu. Dengan perlahan ia membuka
pintunya.
“Waktumu
sudah tiba.” Jawab sosok misterius itu yang sama menggunakan busana berwarna
putih.
Ia
perlahan keluar dari kamarnya. Entah mengapa langkahnya cukup berat untuk
meninggalkan kamar tersebut. Ia melangkah dengan sangat pelan sehingga mendapat
teguran dari sosok yang menjemputnya.
“Bisakah
kau lebih cepat?”
Ia hanya mengangguk. Dan alangkah terkejutnya saat memasuki
ruang acara tak ada satu tamu yang datang. Semua kursi kosong. Bahkan tempat
akad pun juga kosong.
“Ada
apa ini? Kamana semua orang? Dimanah calon suamiku?” Tanyanya dengan wajah
kebingungan. Sosok yang mendampinginya hanya terdiam.
“Tolong
jawab! Ada apa ini ? Dimanah keluargaku? Dimanah semua orang?”
Sosok
itu masih terdiam.
“Bukankah
harusnya ada pernikahan yang terjadi di tempat ini?”
Sosok
yang sedang berdiri di sampingnya tiba-tiba saja tertawa keras.
“Apa
yang lucu sehingga membuatmu tertawa?”
“Di
sini bukan tempatmu,
bodoh!”
“Lalu
dimana? Apakah pindah tempat?”
“Ikutlah
denganku,
aku tunjukan tempatmu.”
Tampah
berpikir panjang mereka pergi bersama. Hingga tiba di tempat tujuan.
“Di
sini tempatmu.”
Lapangan
yang cukup luas dan tumpukan tanah di depannya.
“Di
sini tempatmu sekarang! Dibawa tumpukan tanah ini ragamu berbaring.”
Tumpukan
tanah itu memiliki nisan yang tertulis namanya.
Sebelum
raganya menyatu dengan tanah memang ia seorang pengantin yang sudah siap
melepas masa lanjang setelah itu ada sosok yang tega mencampurkan racun dalam
minumnya hingga membuat maut yang menjemputnya terlebih dahulu sebelum ia
menikah. Sosok yang tega menghabisi pengantin itu tak lain mantan dari calon
suaminya yang masih menyimpan perasaan sayangnya yang begitu besar hingga tak rela
lelaki yang dicintainya itu jatuh ke dalam pelukan wanita lainnya hingga
membuatnya gelap mata dan menghabisi pengantin yang berbahagia itu.
“Sebelum
statusmu berbuah menjadi istri nyatanya Tuhan ingin mengubah statusmu dengan
status lainnya.”
Ia
tak kuasa menahan air matanya.
“Terimalah
takdirmu ini, dan jangan ada yang disesali, ada ketentuan lain untukmu dari
Tuhan.”
Sosok
yang menjemput itu adalah sosok yang sama yang menjemput si penjahit yang
menjahit kebaya pengantin itu.
-----------------------------------------
*)Penulis adalah seorang mahasiswa yang masih berfokus
pada pendidikan dan sesekali mencari jodoh lewat tulisan.
0 Komentar