Kamu
melihat televisi, hanya mengganti-ganti siaran tanpa tahu apa yang ingin kamu
tonton. Semuanya seperti membosankan. Sesekali kamu pergi ke dapur, menggambil
minuman soda di dalam kulkas. Menghabiskan dalam sekali tegukan.
Ponselmu
bergetar. Ada pesan masuk dari nomor tak dikenal.
“Selamat
malam. Kami dari kepolisian, apa kawasan rumah anda di jalan anggrek blog 4A
aman? Karena kami mendapat laporan bahwa telah terjadi pembunuhan”
Kamu
bingung. Pembunuhan? Sejauh ini kamu merasa tenang dan tidak ada kejadian
apapun selama beberapa hari sejak kamu tinggal di perumahan itu.
Kamu
kembali lagi ke ruang tengah. Melanjutkan menonton televisi. Tiba-tiba semua
menayangkan berita pembunuhan. Pembunuhan berantai yang terjadi di kawasan
anggrek blog 4A. Seperti yang ditanyakan kepolisian tadi. Kamu mengerutkan
kening. Kamu mengenal wajah tersangkanya. Dia istrimu. Pembunuhan itu terjadi
hari kamis, tanggal 29 Oktober 2013. Tepat tiga hari yang lalu. Kamu tidak mau
peduli, sebab kamu tahu bahwa istrimu berselingkuh dengan kakak kandungmu
sendiri.
Dalam
kejadian itu foto korban ditayangkan satu persatu dalam berita. Kamu kaget,
korban yang dibunuh adalah ipar perempuanmu dan beberapa orang perempuan yang
kamu ketahui sebagai simpanan kakakmu.
Kamu
semakin kaget, foto terakhir yang tersiar itu adalah fotomu sendiri, sebagai
satu-satunya laki-laki sebagai korbannya.
Lelaki Rentenir
Oleh: Alifa Faradis
Lelaki itu menghisap
rokoknya yang sudah tinggal separuh dengan kuat. Ia sedang menghitung hasil
menagih hutang hari ini. Sudah sejak lama dirinya menjadi rentenir bahkan kini
rumah yang ditempatinya bak istana diantara gubuk-gubuk di sekitarnya. Banyak
warga sekitar yang terlanjur terlilit hutang akibat bunga yang terus menumpuk
karena tak kunjung di bayarkan hingga hidup mereka yang susah makin tercekik
keadaan.
Suatu hari orang-orang
ramai membicarakan tentang api yang berkobar di desa utara yang tak pernah
padam meski terguyur hujan. Api itu ditemukan di sebuah bukit berbatu yang
dulunya tak pernah dikunjungi oleh siapapun namun kini tempat itu menjadi
sangat ramai. Kabar tentang api yang tak pernah padam itu menyebar hingga ke
telinga si lelaki rentenir itu. Awalnya ia tak peduli, namun karena desas-desus
yang semakin santer bahwa api itu dapat mengabulkan permohonan, ia mulai
tertarik ingin membuktikan ucapan orang-orang.
Ia pun berangkat menuju
tempat api tersebut. Sesampainya di sana, ia melihat sebuah api yang menyala
dari sebuah pohon tua yang tumbang.
Cih,
apa istimewanya api itu, batinnya.
Ia mendekat untuk
melihat api itu lebih jelas. Namun ketika sudah berjarak tiga langkah dari api
tersebut tiba-tiba api itu padam. Orang-orang yang berada di sana terkejut
melihat fenomena padamnya api itu.
“Heh, apanya yang tak
pernah padam. Baru saja api itu sudah padam terkena angin.” Ucapnya meremehkan.
Akhirnya ia pulang namun
saat sampai di rumah megahnya, api telah berkobar menghanguskan semua miliknya
tanpa tersisa. Tak ada yang bisa memadamkan api tersebut bahkan setelah rumah
itu hangus terbakar menjadi debu dan arang. Yang tersisa hanya raungan si
lelaki rentenir yang kehilangan segalanya termasuk kehilangan akal sehatnya.
0 Komentar