*Serial Cermin adalah proyek menulis cerita pendek mini teman-teman cakanca.id dengan berpatokan pada 3 kata utama
Pangeran kodok
Alifa Faradis
Air yang menggenang diam
itu berkecipak akibat seekor kodok yang melompat di tengah-tengah. Ia seekor
kodok hijau gemuk nan menggemaskan di mataku. Aku mengikutinya, menciptakan
kecipak-kecipuk lainnya di antara genangan air dekat danau biru. Padahal malam
telah larut tapi aku tetap berjinjit-jinjit sambil membawa lampu petromak.
Jubah berwarna gelap yang kukenakan berkibar dimainkan angin yang berhembus
semakin kencang.
Kulihat kodok itu
berhenti di atas sebuah batu hitam yang terlihat licin sambil memandangku.
Bulan di atas langit sana menggantung dengan bulat sempurna. Sesempurna binar
di mata kami berdua. Aku mendekat, mengikis jarak antara aku dan kodok hijau
itu. Aku semakin mencondongkan wajahku ke arahnya sambil manyun. Jarak kami
semakin dekat, sangat dekat, hingga...
Ssrrtttt!
Cairan itu melesat ke
wajahku membuatku hampir terjengkang mundur.
“CUT! ULANGI LAGI
TAKE ADEGAN INI!” Suara teriakan sutradara membuat rona wajahku memerah.
Pangeran kodok sialan!
sudah dikencingi berkali-kali masih harus take ulang lagi.
Hujan Malam yang
Menghanyutkan
Kapten_Ran
Malam ini aku sedang
merindukanmu. Kulangkahkan kaki menuju beranda rumah. Terlihat tirai hujan yang
jatuh membasahi dedaunan, bunga, dan tanah. Tidak ada yang memperdulikan hal
itu. Mungkin hanya aku.
Guntur berteriak lantang
hingga lampu teras mati. Mungkin semesta memaksaku untuk masuk kedalam rumah
agar tidak larut dalam musik hujan. Namun aku enggan untuk masuk karena hatiku
tak lagi sekuat dulu.
Kulangkahkan kakiku
ketengah hujan. Air mata dan hujan menyatu menjadi satu. Aku tertawa sekeras
yang kumampu. Lalu aku diam dan gelap.
Malam yang Mengerikan
Novi Dina
Malam itu sangat
mengerikan, gelap dan sangat gelap sekali. Suara angin ikut menyumbang
kengerian malam itu.
Lampu saja seolah takut
pada kengeriannya hingga tak mau menyala untuk menerangi.
Seorang lelaki tengah
duduk di teras rumah menikmati kengerian malam itu tanpa rasa takut sedikit
pun. Mulutnya tiba - tiba saja berkomat-kamit. Entah apa yang sedang dia baca.
Seketika hujan turun begitu deras sekali. Bunyi air hujan yang menerpa genting
menambah kengeriannya.
0 Komentar