Waktu berlalu dengan
cepat hingga berbulan- bulan, dan bertahun- tahun telah terlewati tanpa kabar
dari Radjo Langit. Tetangga terdekatnya mengatakan bila keluarganya pergi ke
ibukota karena salah satu sanak saudaranya wafat. Namun faktanya dia sama sekali tak pernah
kembali setelah pergi tanpa pamit bertahun-tahun lamanya.
Tak lama dari itu ibunda
Ratna wafat, hingga tinggallah Ratna sendirian dalam penantian. Waktu mulai
merenggut kecantikannya hingga para perjaka yang merebutkannya tanpa melihat
kekurangan dalam dirinya pun menyerah. Ratna hidup dalam masa penantiannya
dengan keyakinan bahwa Radjo akan kembali ke tanah kelahirannya, pria itu akan
kembali pada dirinya.
Lalu, pada suatu saat
pintu kayu rumah perempuan itu diketuk oleh seseorang. Dari dalam Ratna telah
memakai kerudungnya untuk membukakan pintu dengan mendorong sedikit demi
sedikit kursi roda yang selama ini menggantikan Radjo. Jantung tuanya berdegup
kencang, sama persis saat jatuh cinta diusia putih abu-abu dahulu itu. Menyangka
bila orang yang datang adalah kekasih hatinya.
Dan saat pintu terbuka,
memang benar kekasih hatinya itu kembali. Akan tetapi ada sebuah permata lain
di sebelahnya, permata lain yang dulunya secantik dirinya. Ratna benar
menjumpai yang dicintainya setelah menunggu berpuluh-puluh tahun, akan tetapi
ia tak bahagia. Kebahagiaan itu berubah menjadi tangisan kesedihan, menangisi
bahwa rambutnya yang memutih itu sama
sekali tak membuktikan apa-apa, menangisi bahwa setianya terenggut oleh
keberadaan wanita lain di hati Radjo Langit.
"Maaf membuatmu
menunggu begitu lama. Akan tetapi aku menepati janjiku untukmu, Ratna. Aku
membelikan ini dan merancangnya sendiri untukmu," ucap Radjo dengan senyum
yang tak berubah sedikit pun sejak kepergiannya. Pasangan suami istri itu hanya
bertamu tak sampai satu jam dan pamit pulang setelah mengantarkan kursi roda
elektrik yang dahulu pernah Radjo janjikan.
Dengan hati yang
berantakan Ratna memandang langit sore di depan rumahnya setelah kepergian mereka.
Ia tak tahu dari mana luka ini bermula, tetapi di sinilah cinta itu berakhir.
"Aku seperti daun kering yang menunggumu, Dang," lirihnya pedih.
Keesokan harinya Ratna
kembali ke hadapan Sang Ilahi dengan membawa cinta juga laranya kepada Radjo Langit
ke hadapan sang pencipta. Dari sekian keadaan kacau dan penantian panjang yang
Ratna lewati, kesalahan terbesarnya hanyalah tak meluangkan waktu untuk mengungkapkan
perasaan. Namun biarlah, biarlah cinta ini menjadi miliknya dari awal bermula
hingga berakhir yang paling akhir ini.
"Setiaku tak pernah ingkar, waktu tak menghapus namamu, begitu juga jarak yang tak pernah memutus rasaku. Cintaku tak pernah layu, meski rindu padamu hanya menyisakan kesepian
_______________
* ) Siti Romlah adalah gadis asli kota Situbondo pengagum hitam dan senyap. Saat ini ia sedang proses terbit novel solo keduanya dan aktif di berbagai komunitas menulis. Jejaknya bisa dilacak di akun instagram dan wattpadnya @romlah1909
0 Komentar