Penulis & ilustrator: Alifa faradis*
"Suka kopi?" Tanya seorang barista yang sedang memilih-milih biji kopi yang tersaji di depannya dengan antusias.
Saat itu, cafe tempatnya membuka kedai sudah tutup. Ia hanya berdua dengan teman perempuannya yang pernah ia janjikan untuk belajar cara menyajikan kopi dengan mesin kopi miliknya.
"Tidak terlalu, tapi aku tertarik dengan filosofi dari kopi dan cara penyajiannya. Mungkin saja aku nanti akan suka" Jawab teman perempuan itu sekenanya.
"Oh ya? Kalau begitu aku akan membuatmu menyukainya!" Tegas si barista dengan yakin.
Setelah itu si barista kemudian menjelaskan tentang macam-macam kopi dan merekomendasikan jenis yang mungkin cocok untuk teman perempuannya itu.
Setelah melakukan steam dan brewing, sajian kopi dengan aroma khasnya mengalir keluar dari mesin.
Mereka kemudian menuju ke salah satu meja cafe dengan dua cangkir kopi untuk dinikmati bersama.
Teman perempuannya menyuruput perlahan, mencoba meresapi rasa kopi seperti yang ia sering lihat di film-film. Tapi tetap saja lidah pemulanya masih canggung dengan rasa pahit yang kuat.
"Bagaimana kopinya? Suka?" Si barista bertanya penasaran.
"Yah, lumayan. Aku masih belum terbiasa dengan rasa pahitnya. Tapi aku lebih suka ini dari pada kopi sachet"
"Benarkah? Kalau kopi-nang kau dengan bismillah bagaimana?"
Pernyataan tiba-tiba si barista membuat teman perempuannya tersedak hingga terbatuk-batuk.
"Jangan bercanda!" Ujarnya kemudian setelah batuknya mereda.
"Aku tidak pernah bercanda dengan perasaan" Ucapan si barista membuat canggung suasana keduanya.
Bagaimanapun, itu adalah pernyataan tiba-tiba yang bahkan seperti candaan yang tak ada artinya.[]
0 Komentar