Penulis & ilustrator: Alifa Faradis*
"Aku sulit untuk jatuh cinta," Kataku getir. Saat itu kau hanya bergeming.
Kau tahu, tidak semua orang mudah untuk meluapkan perasaannya sendiri --mempercayai hal-hal yang ingin dipercayai. Mungkin bagi sebagian orang, jatuh cinta adalah perasaan nyaman yang mudah dibangun dalam kepercayaan namun ternyata saat perasaan itu harus dirasakan oleh diriku sendiri, aku berkali-kali menyerah karena itu tak mudah.
Terkadang aku bertanya-tanya, bagaimana bisa orang-orang selalu gampang berkata, "Aku mencintaimu"?
"Pertemuan-pertemuan singkat itu bagaimana mungkin menumbuhkan rasa debar yang menggebu?" Tanyaku.
"Kau hanya tak membuka hatimu saja," Komentarmu kala itu.
Baiklah, anggap aku begitu. Lalu apa? Haruskah aku menerima segala pernyataan itu padahal aku tak bisa membalas apapun dari harapan-harapan mereka?
"Aku lelah, bahkan dirimu saja tak mau mengerti sulitnya hatiku menerima pernyataan cinta yang tak kuharapkan," Keluhku.
Sejujurnya, aku pun ingin jatuh cinta, tapi lagi-lagi aku tak bisa. Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Aku adalah orang yang sulit untuk jatuh cinta.
"Kau hanya belum menemukan orang yang tepat saja," Komentarmu kembali menusuk diriku.
Kau tahu bukan, sudah berapa kali aku gagal berhubungan dengan seseorang yang bahkan tak bisa menyentuh sudut hatiku sedikitpun. Sudah berapa banyak aku bertahan pada perasaan-perasaan tak nyaman saat mereka berkata "Aku mencintaimu."
Saat kata cinta seperti itu terucap, aku tak mampu membalasnya. Lidahku kelu hanya sekedar mengucapkan kata yang sama.
Hatiku selalu berbisik, benarkah ucapannya atau dia hanya menggombal saja?
Aku tak ingin berbohong, pun tak ingin menyakiti mereka dengan hal-hal yang bahkan tidak aku rasakan. Aku lelah, sungguh. Bertahan dalam hubungan yang rapuh itu seperti meniti seutas tali yang sebentar lagi putus.
"Aku tak percaya pada kata-kata gombal yang sering mereka lontarkan di tengah percakapan yang terus berulang, tanpa bukti meyakinkan."
"Bukti seperti apa lagi yang kau cari?"
"Apa pun!"
Ya, apa pun itu. Bukti bahwa perasaannya tak sekosong ucapannya hingga aku benar-benar diyakinkan dengan tindakannya, bukan hanya sekedar omong kosong demi mendapatkan simpati dan kemenangan dari rasa cinta.
"Kau sungguh egois," Ucapmu. Lagi.
Aku tak akan menyangkal. Bahkan Kegagalan-kegagalan itu mungkin saja karena aku yang membuat mereka lelah. Aku tahu, perasaanku terlalu rumit untuk dipahami, bahkan oleh diriku sendiri. Aku sadar, akulah masalahnya, akulah yang membuat mereka menyerah hingga akhirnya kami takkan pernah bisa berada di jalan yang sama.
Tak peduli kau akan memandangku dengan tatapan rendah, begitulah caraku untuk melindungi diriku dari rasa kecewa.
"Tak bisakah kau mengerti aku?" Pungkasku memohon meski tahu kau tak acuh.[]
*Penulis yang juga pimred cakanca.id merupakan orang yang memaknai jatuh cinta dengan rumit. Tulisan-tulisannya banyak terinspirasi dari perasaan-perasaan melankolis. Bisa ditemui di Instagram @alifa.faradis untuk berteman.
0 Komentar