Oleh : Ario Rafni Kusairi*
Dering klakson bersautan, deru mesin kendaraan bergema menjadi satu dalam irama kemacetan. 16.30, jam padat di seluruh sudut Kota Jember, semua orang memiliki perasaan yang sama, pulang macet, tak pulang kemalaman. Namun, bagi dua sejoli yang dimabuk asmara, padatnya kota tak membuat hati dan emosi membara, tampak dua remaja yang tetap tenang di atas motor sembari bersenda gurau dan bercerita.
"Udah kubilang kan, beli
malem-malem aja, sekarang macet."
"Gapapa, yang penting sama
Kamu." Jawab gadis itu, dengan tetap memeluk erat dengan rasa sayang
lelaki di depannya.
Senyuman terlukis indah di wajah
kedua remaja ini, senyuman tulus yang merekah dari hati berbunga-bunga.
***
"Tumben nraktir Aku, banyak
banget lagi." Tanya Rahma pada Toni, hari ini Toni membelikan Rahma
makanan dan minuman favoritnya di salah satu mall di Jember, tampak beberapa
bungkus roti dan 2 cup ice cream di depan meja salah satu cafe roti.
"Hehe, skripsiku udah acc
kemarin." Jawab Toni dengan tersipu malu.
"Ha?" Rahma terbelalak dan
berhenti mengirim roti yang akan dikunyahnya, "Serius?" Ekspresinya
seperti tak menyangka dengan kabar itu, dengan aura kebahagiaan yang juga
terpancar.
"Iyaaa sayang." Toni masih
saja tersipu dengan pacarnya itu.
"Hehehe, selamat yaaa, akhirnya."
"Aduh sakit, selamatnya nyubit,
mesti ini." Seru Toni yang meringis kesakitan, yang hanya dibalas dengan
tawa oleh Rahma.
Obrolan kembali mengalir, kedua
pasangan ini selalu punya topik untuk dibicarakan yang tak ada habisnya. Tawa
dan senyuman selalu menghiasi setiap pertemuannya.
"Loh, Rina mau nikah, Mas diundang?"
Toni tampak berusaha menelan roti yang ia kunyah sebelum menjawab Rahma, "Rina kelas sebelah? Ga tau ya."
"Diundang atau enggak, pokoknya
bareng Aku ke sana."
"Heem, bawel." Jawab Toni
sembari mengambil satu sendok ice creamnya, "Aduh, Dek, ntar jatoh ice
creamnya." Serunya yang tampak dicubit kembali oleh Rahma.
"Hehe, biarin."
"Hish."
"Mas!"
"Hmm."
"Kita kapan?"
Pertanyaan itu lagi, dengan ekspresi penuh harap dari wajah cantik Rahma, namun pertanyaan yang menjadi hantu bagi Toni.
"Insyallah udahnya wisuda sayang." Jawab Toni dengan mantap, meski hatinya tak semantap lisannya.
Wajah penuh harap itu kembali merekah oleh senyuman indah dari Rahma, jangan sampe telat Mas.
***
"Gabisa gitu dong Kak, Kakak
kan udah janji buat bantu Akuuu." Seru Rahma pada Fadil, kakak kandungnya.
"Iya Dek, kakak salah, kakak
minta maaf. Tapi kakak gabisa ngelawan ibu sama ayah, dan ini di luar
sepengetahuan kakak."
"Halah, kakak pasti bohong,
bilang aja kakak gasuka sama Toni."
"Ya ampun Rahma, ayolah, masak
Kamu ga percaya sama Kakak. Ibu sama
ayah tiba-tiba bicarain ini tadi malem, kakak juga kaget."
"Kalo gitu, kenapa kakak ga
nyoba buat ngebela Aku? Kenapa kakak ikutan setuju?"
Kali ini Fadil bungkam, ia tak dapat
mendebat adiknya itu, meski apa yang ia katakan bukanlah dusta.
"Nah kan, kakak diem, kakak
gabisa jawab." Air mata mengalir di lapisan pipi Rahma yang lembut, ia tak
kuasa menahannya yang ingin tumpah sedari tadi. "Udah sana pergi dari
kamarku!"
"Aku cuma mau sama Toni, Aku ga
mau dijodohin." Teriaknya sembari menambatkan wajahnya pada bantal,
diiringi isak tangisnya yang terdengar parau.
***
"Nak, ayo temui tamunya."
Ajak Ibu Rahma dengan lembut sembari mengelus kepala puteri tersayangnya itu.
Rahma tak bergeming, ia tetap memeluk erat gulingnya dan memejamkan matanya.
"Ini masih belum perjodohannya,
Nak. Hanya silaturahmi, tapi lebih baik, Rahma ikut menemui, setidaknya Rahma
tahu dengan tamunya."
"Tapi, Rahma tetep bakalan
dipaksa buat nerima kan?" Rahma menjawab tanpa merubah posisinya.
"Ibu ga maksa, tapi gimana
Rahma ingin mengambil keputusan jika Rahma ga kenalan dulu ke orangnya."
"Rahma mau cuci muka dulu." Jawaban simple yang membuat Ibu tersenyum.
Ibu meninggalkan kamar puterinya itu, dan Rahma mulai bangkit dari ranjangnya untuk menemui tamu dengan berat hati.
"Ini anaknya, masyaallah
cantiknya." Puji dari wanita paruh baya yang datang bersama keluarganya
itu, Rahma hanya meresponnya dengan tersenyum kecil.
"Rahma, ini Bapak Muslih,
beserta Ibu Shofiyah, dan Mas di sebelah situ adalah anak dari mereka berdua,
namanya Fahri." Jelas Bapak Musthafa pada puterinya itu. "Mungkin
Rahma bisa mengajak Fahri mengobrol di luar, atau di taman belakang, biar bisa
saling mengenal ya." Tambah Bapak Musthafa.
Rahma sangat segan dengan ayahnya,
segala tawarannya ia anggap sebagai titah raja yang tak bisa dibantah. Ia pun
bangkit dan mengajak Fahri ke halaman depan, dan duduk di bangku yang ada di sana.
Siang itu menjadi hari yang sangat
canggung, Rahma selalu menjawab dengan singkat, dan tidak melempar pertanyaan
kembali pada Fahri. Hingga akhirnya hening tercipta dengan lama, Rahma yang
memang tidak menaruh minat pada Fahri menahan lisannya untuk memulai
pembicaraan, sedangkan Fahri dibuat bingung untuk memulai pembicaraan. Hening
ini tercipta lama, hingga akhirnya pertemuan ini berakhir, yang disambut dengan
suka cita oleh Rahma.
***
Rahma tetap menjaga hubungannya
dengan Toni, dan ia pun telah jujur dengan pacarnya itu. Dengan sadar diri,
Toni ingin berpamitan pada Rahma, namun Rahma tak mau berpisah dengan pria yang
telah menemaninya selama tiga tahun itu. Ia bahkan menangis dalam pelukan Toni,
meskipun ia tak tahu bagaimana cara membatalkan proses perjodohan yang sudah
hampir di depan mata.
Di satu sisi, Fahri tetap berusaha
mengambil simpati dari Rahma, ia selalu menghubunginya dengan bertanya kabar
setiap waktu, namun tak pernah digubris oleh Rahma. Namun, usaha dari Rahma
bukanlah tembok penghalang bagi Fahri, ia bukan orang yang bisa dibodohi oleh
wanita yang lebih muda darinya.
"Loh, kok ga bilang dulu sih
Bu?" Tanya Rahma kaget saat Ibu mengatakan jika Fahri tengah menjemputnya
untuk mengajaknya jalan-jalan.
"Fahri bilang udah ngubungin Rahma,
tapi ga dibales."
"Iya deh, Aku mau beberes
dulu." Shit, bajingan, apa sih maunya, Aku loh ga mau ke Kamu.
Setelah berpamitan pada Ibu, Fahri
pun mengajak Rahma untuk masuk ke dalam mobil CIVIC FD2R berwarna putih
miliknya itu, untuk menikmati keindahan Kota Jember berdua. Tak berubah dari
Rahma, dengan ekspresinya yang datar, dan menahan lisannya untuk tidak membuka
obrolan.
"Rahma pengen kemana?"
"Pulang."
Fahri hanya tersenyum mendengarnya,
ia pun mengarahkan mobilnya ke arah selatan, yang ia sendiri tak tahu akan
pergi kemana.
"Rahma sudah punya pacar?"
"Gausah kepo."
"Saya nanya serius, tapi kalo
Rahma ga jawab dengan jujur, Saya takut nantinya malah Rahma yang
menyesal."
Rahma mengernyitkan dahinya
mendengar apa yang Fahri katakan, "Maksudnya?"
"Saya ingin kenal lebih jauh
dengan Rahma, karena mungkin Kita akan dijodohkan, jika Saya tidak mengenal
lebih jauh, mungkin akan banyak kesalahan yang saya perbuat."
Rahma tetap tak bergeming.
"Gimana, Rahma sudah punya
pacar?"
"Iya"
"Jika diminta untuk memilih,
siapa yang akan Rahma pilih?"
Rahma diam, pandangannya tetap
terarah pada jalanan, namun Fahri menangkap ekspresi bingung pada gadis itu.
"Gausah takut, Saya ingin Rahma menjawab jujur, dari hati Rahma sendiri."
Gadis itu tetap diam, namun tak lama kemudian, air matanya tumpah, ia tak kuasa menahan air mata itu.
"Kalau Saya tidak ada dalam
hati Rahma, gapapa, Saya bisa membatalkan perjodohan ini, agar tidak lebih
jauh."
"Maksudnya?" Rahma menyeka
air matanya, dan kembali mengernyitkan dahinya.
"Kita jangan melangkah lebih
jauh, mungkin Kita hanya bisa berteman atau bersaudara, tapi tidak dengan
berkeluarga. Saya tidak mau merampas cinta dari seseorang dengan perasaan yang
tulus, lebih baik Saya lepaskan agar cinta yang kalian rangkai bisa terus
bersatu."
Rahma masih tetap diam, namun
mendengarkan Fahri.
"Saya tahu kok rasanya, orang
yang Kita sayang, dirampas oleh orang yang baru dikenal. Meskipun, orang itu
lebih baik dari Saya."
***
"Kenapa senyum-senyum
gitu?"
"Aaah, enggak, ga nyangka aja
sih, haha." Ujar Toni sembari mengelus cincin di jari manisnya.
"Diiih, alay." Cibir Rahma dengan menempelkan badannya pada Toni, yang disambut dengan rangkulan olehnya.
Hari ini, mereka berdua sedang berlibur di pantai tanjung papuma, menikmati birunya samudera hindia di dengan pasir sebagai alasnya. Senyuman dari kedua pasangan ini semakin mengembang setiap harinya, rasa yang tulus membuat hati keduanya menggelora.
Tiba-tiba, pandangan Rahma menangkap seorang yang ia kenal, ia pun memperhatikannya dengan seksama, sebelum mencoba untuk memanggilnya, "Mas Fahriiii."
Mendengar ada yang memanggil namanya, Fahri pun mencari sumber suara, dan menemukan Rahma yang tengah melambaikan tangannya. Ia pun mengajak teman wanitanya menemui Rahma.
"Heeey, selamat ya kalian
berdua." Ucap Fahri usai menjabat tangan Toni dan Rahma.
"Hehe, eh, ini siapa Mas?"
"Oooh, iya, kenalin ini Ana,
temenku dari maba dulu."
"Ooooh, temen." Goda Rahma
yang membuat Ana tersipu.
"Haha, udah ya, Aku mau kesana
dulu."
"Iya Mas."
Fahri dan Ana pun menuju parkiran yang memang hendak pulang karena sudah dari tadi mereka bermain di pantai.
"Itu siapa?" Tanya Ana
sekejab setelah mereka berpisah dengan Rahma dan Toni.
"Yang kuceritain kemarin."
"Oooh."
Fahri menggenggam tangan Ana, begitupun dengan Ana yang membalasnya dengan erat. Tak ingin genggaman ini lepas, untuk selamanya.
~the end~
penulis
* ) seorang pengagum sosok Fujiwara Takumi dalam anime Initial D. Ia dilahirkan dalam rahim SD Darut Thalabah Wonosari Bondowoso, dibesarkan dalam pangkuan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo dan belajar hingga berlatih dalam bimbingan Universitas Islam Negeri Kyai Haji Achmad Sidiq Jember, dan saat ini tengah mengabdikan diri di MI Miftahul Ulum Tumpeng Wonosari Bondowoso.
Ilustrator
Gaharu mahasiswa yang sedang mencari kenangan juga pasangan di Jogja.
0 Komentar