Pinterest

Oleh : Wilda Zakiyah*

Beberapa orang mungkin mengalami ada di hubungan toxic. Sudah tidak asing istilah toxic di era sekarang, menurut Alodokter.com bahwa 'toxic adalah istilah untuk menggambarkan individu, hubungan, atau lingkungan yang memberikan dampak negatif kepada orang lain. Meski tidak dianggap sebagai gangguan mental, perilaku ini perlu dihilangkan atau dijauhi karena bisa mempengaruhi kondisi fisik dan mental individu yang terlibat'. Agak ngeri ya, tapi tidak disangka kita sering menemukannya di sekitar kita.

Saya pernah menjalani hubungan toxic lebih dari sekali dengan orang berbeda juga, itu sangat menguras mental dan energi secara ugal-ugalan, bagaimana tidak? Setiap hari diremehkan, dibatasi, disalahkan, dan penuh dengan drama. Saya berharap itu seperti drama Korea saja karena pasti romantis, bukan drama yang sengaja dibuat-buat untuk dapat menyalahkan pasangan atas sesuatu yang dibuatnya sendiri.

Berapa lama saya menyadari bahwa hubungan yang dijalani itu toxic? Sayangnya tidak satu bulan atau dua bulan, tapi satu tahun. Cukup lama bukan, untuk menguras emosional hingga berujung depresi dan tekanan batin. Saking berat tekanan yang saya terima, dari berat badan 40kg turun menjadi 32kg, sudah seringan nimbang kapas bantal sepertinya.

Sebetulnya saya mau menulis curhatan yang saya alami di tahun 2019 dan 2022 lalu, tapi sepertinya ini cukup berat untuk disebut curhatan, yang terpenting ini sampai pada pembaca agar mempertimbangkan apakah hubungan yang sedang dijalani termasuk toxic relationship atau bukan?!.

Di tahun 2019 saya pernah menjalani hubungan serius yang sebenarnya tidak serius amat, sebab saya serius dianya bercanda. Kehidupan memang suka memberikan lelucon yang membuat tertawa terpingkal atau menangis terjungkal. Dia orang yang selalu pesimis sedangkan saya keterbalikannya, saya sangat optimis dengan keadaan apapun. Dia suka mengeluh banyak hal, tentang hutang salah satunya, dia bercerita memiliki banyak hutang dan saya harus mempercayai ceritanya. Dia mengeluh karena tak kunjung dapat pekerjaan, sedangkan dia pemilih dalam bekerja, saya menyarankan banyak opsi dan dia menolak semuanya. Setiap malam dipenuhi dengan chating keluhan. Sebenarnya saya tidak masalah dia mengeluhkan kehidupannya yang sedikit kurang beruntung, saya tidak masalah untuk diminta memahaminya terus-terusan, juga sangat tidak masalah jika dia mencari pekerjaan pelan-pelan asal tetap mencintai saya, tapi saya sangat bermasalah jika dia suka memblokir saya di semua platform sosial media dengan alasan ingin menenangkan diri tapi malah sibuk mencari pengganti.

Mendadak jadi motivator katanya kalau saya tiba-tiba memberi kalimat penyemangat atau ucapan "Jangan nyerah ya, adek tahu ini berat tapi pasti bisa dilewati juga kok", dia langsung emosi sambil mengatakan "Mas gak suka orang-orang mendadak jadi motivator semua", yah begitu kira-kira.

Kita jarang sekali melakukan deeptalk, saya tidak tahu apa yang dia suka dan tidak suka, apa yang dia mau dan tidak dia mau, juga apa yang dia harapkan atau tidak dia harapkan. Begitu juga dengan dia yang tidak tahu menahu tentang saya. Keluarga saya tidak setuju sejak awal, first impresion keluarga saya dinilai dari penampilan, awal dia datang ke rumah rambutnya gondrong, memakai kaos oblong yang rasanya jarang dicuci dan sering sekali dipakai (agak kucel juga ada banyak bekas noda kuning di dada dan punggung) dan celana panjang sobek-sobek di bagian lutut. Namun, sebagai perempuan yang belum terlalu berpengalaman perihal cinta atau pacaran saya terlalu buta, menganggap penampilan yang unik, aesthethic, ala-ala badboy gitu~

Saya seringkali mengarang cerita supaya keluarga saya menyukai dia, mengatakan bahwa dia orang yang royal, loyal, baik, lembut, serta selalu mengutamakan perempuan. Termasuk perempuan lain juga. Keluarga saya tahu itu cerita bulshit, tapi di depan saya seolah mempercayainya.

Mengancam bunuh diri seperti anak remaja labil ketika patah hati, dia sering melakukan itu. Saya yang mudah terkena panic attac seketika langsung cemas, bingung, pusing, sesak napas, tidak jarang juga sampai hilang kesadaran beberapa menit sampai beberapa jam. Dan malah mengklaim saya lebay dan toxic karena selalu sok sakit ketika dia bilang mau bunuh diri dan meminta putus. Sebenarnya ini siapa yang toxic?

Bagaimana saya bisa lepas dengan laki-laki modelan seperti ini?, dia yang memutuskan saya lebih dulu dengan alasan sudah mencintai orang lain, cintanya terhadap saya sudah sampai di 0% dan tidak dapat diganggu gugat. Apa saya depresi? tentu saja. Keluaga saya pun seandainya ditanya juga pasti masih sangat kecewa dan marah, mungkin juga masih tidak memaafkan, meski kejadiannya sudah lebih dari 4 tahun.

Tidak ada yang langsung move on, semua bertahap. "Biar waktu yang menyembuhkan", No, waktu tidak menyembuhkan, hanya membawa luka di hati untuk terus menjalani sampai bosan. Saya memutuskan untuk terus mengemis agar dia kembali sampai tiba waktunya saya merasa lelah dan tidak sudi lagi meminta dia ada di masa depan saya nanti.

Tidak menerima orang baru, saya memilih berdamai dulu, dengan keaadan dan dengan diri saya sendiri. Sebab selain trauma saya juga merasa insecure. Why? Dia membuat status WhatsApp "Sela jhubek ghik nyussae." (Sudah jelek masih nyusahin) begitu isinya. Ditinggal karena fisik adalah kelemahan perempuan, termasuk saya. Kan saya juga perempuan ya?. Awalnya ditinggal dia saya merasa seperti seisi dunia runtuh dan tidak akan ada laki-laki yang mencintai saya lagi, lambat laun saya merasa bahwa semua baik-baik saja meski dia hilang dari semesta.

Sekarang saya sadar bahwa ternyata saya cantik, dia saja yang tidak mau memberi modal. Setelah memutuskan memakai gaji hasil kerja saya untuk perawatan dan membeli bermacam skincare saya jadi semakin cantik, bahkan sekarang ada banyak perempuan yang konsultasi cara memilih skincare dan bodycare sampai meminta pendapat isi kandungan dalam skincare dan bodycare  yang akan mereka gunakan. Semua perempuan cantik kok, cukup beri modal saja~

Hampir 3 tahun berpisah saya memutuskan menjalin hubungan dengan orang baru yang ternyata tidak kalah toxic-nya. Kita LDR,  meskipun begitu kita sudah beberapa kali bertemu, dia datang ke rumah saya untuk bertemu keluarga, pernah juga menghampiri saya saat ada kegiatan atau perjalanan dinas ke luar kota. Saya salut effortnya karena berani menempuh 12 jam perjalanan darat, dia sangat royal dan selalu mengabulkan apa yang saya ingin tanpa harus mengatakannya.

Dengan semua pengorbanan yang dia berikan itu membuatnya merasa sangat berhak atas hidup saya. Suka melarang saya mengikuti kegiatan, saat kerja lembur hingga dini hari (saat itu saya jadi panitia pemilu yang sering kerja lembur) saya dibilang sedang ngedate dengan laki-laki lain, menuduh berselingkuh juga. Mungkin dia terlalu mencintai pasangannya dan takut kehilangan, hanya saja caranya yang salah.

Seringkali tekanan batin, mental saya terganggu dan jarang sekali merasa fokus saat kerja dan kegiatan. Saat itu saya juga masih menjadi guru salah satu sekolah swasta yang lokasinya dekat alun-alun Kabupaten Situbondo, perjalanan sekitar 48 menit dari rumah, setiap ada jam mengajar atau tidak saya wajib video call dia, kalau tidak maka saya akan dianggap sedang sibuk dengan laki-laki lain. Energi saya terkuras hanya untuk meladeninya setiap waktu. Jarang sekali dia mensupport kegiatan atau aktivitas yang saya lakukan meski nilainya positif, alasannya karena dia takut saya dekat dengan laki-laki lain. Rasanya saya hampir gila.

Dia atlet taekwondo dan sering mengikuti banyak turnamen di berbagai kota, saya selalu mensupport dan mempercayai dia, tapi dia tidak demikian pada saya.

Pernah di satu kegiatan yang diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jatim berlokasi di Sidoarjo, saya sekamar dengan teman komunitas dari situbondo yang sama-sama perempuan, dia mengatakan "Kakak cemburu loh mbok sekamar sama dia, kenapa ndak pesan kamar yang isine mbok sendiri aja?", memang kenapa dengan teman sekamar saya ini? dia perempuan tulen dan tidak akan berubah jadi laki-laki di tengah malam, dia normal dan masih suka laki-laki bukan perempuan. Saya selalu menjelaskan hal yang tidak perlu dijelaskan sebenarnya, tapi dia bahkan tidak mau mendengar penjelasan saya dan memilih berdebat sampai tidak tidur.

Bukan sekali atau dua kali saja, saat di rumah malah hampir setiap malam. Ayah saya khawatir kalau-kalau anaknya salah memilh calon lagi, beliau tidak setuju dengan hubungan saya karena setiap malam isinya berdebat, "Ini belum serumah loh, nak. Kok sudah sering berdebat gini, apalagi serumah, pasti tidak akan ada ujungnya" begitu kata beliau.

Bagaimana cara lepasnya?, sebelum menjalani masa skripsi saya PPL di satu satu kantor yang ditentukan kampus, di sana ada karyawan muda dan belum menikah, orang menyebalkan yang selalu memberi tugas segunung tapi juga sering mengajak semua peserta PPL kegiatan di lapangan sambil liburan, pacar toxic saya ini menuduh saya dengannya hanya karena saya mem-follback akun instagramnya.

“Ngapain mbok follback ini? Oh, mbok selingkuh ternyata ya?”

"Jare sapa selingkuh? itu karyawan di tempat adek PPL, dia yang memberi materi di lapangan, ndak saling chat atau deket kok, sebatas anak magang sama karyawan senior, temen-temen saling follow semua kok adek ndak boleh? nanti danggap ndak menghargai."

"Mboh, karepmu. Dengan kamu follback lanang kae artine mbok wes selingkuh."

"Maumu apa?"

"Yo wes aku mau putus saiki, buat apa bertahan dengan orang yang sudah selingkuh"

"Oke, aku males jelasin dan sesuai maumu kita udahan aja."

"Bener kan, mbok selingkuh beneran"

Stres bukan main jadi saya, akhirnya saya putuskan untuk memblokir dia di WhatsApp. Tapi dia malah chat di Facebook, di Tiktok, DM Instagram, sampai berkomentar di postingan-postingan instagram juga. Lebih jauh lagi dia sampai DM karyawan kantor tempat saya PPL itu, isinya " Titip Wilda ya, mas", saya malu sekali saat diberi tahu isi DM itu oleh beliau yang semasa PPL membimbing dengan baik.

Malu sekaligus bersyukur, dari DM itu mas karyawan itu bertanya kenapa saya dengan mantan pacar saya itu, saya memutuskan bercerita. Dari situ mas karyawan itu bilang "Nggak usah sedih, mas saja yang obati lukamu, boleh?", satu buaya sepertinya mau mendekat. Tidak semudah itu, boss.

Berdamai yang kedua ini sangat cepat karena saya tidak merasa ada yang salah dari diri saya, pun tidak merasa depresi atau trauma sebab sebelum putus sudah mati rasa karena lelah mental. Ternyata move on sebelum putus itu memang ada dan saya sudah membuktikannya sendiri. Mas karyawan itu bilang " harusnya kamu bilang gini ke dia 'Kalau nggak bisa saling support, kita temenan aja ya!' gitu".

Dari semua percintaan tragis ini saya tidak kapok jatuh cinta. Saya sependapat dengan buku berjudul Perihal Cinta Kita Semua Pemula, pada halaman 82, tertulis "Mencintaimu bisa jadi adalah cara terburuk menikmati hidup, tapi nikmat selalu patut disyukuri". Semua itulah yang membuat saya semakin dewasa dan banyak belajar makna menjatuhkan hati harus pada orang yang tepat. Sebab cinta yang tepat tidak datang secepat cinta yang salah.

Setelah kejadian tersebut Mas karyawan itu menunjukkan kesungguhannya, effort yang tidak kalah besar dari mantan saya juga perhatian yang begitu dalam. Sekarang mas karyawan itu sudah  jadi suami saya dan pernikahan kami sudah berumur 1 tahun, sedang sikapnya tetap sama seperti pertama kali PDKT, malah lebih perhatian lagi.

 

Situbondo, 25 Juli 2024


_________________________

*) Penulis sedang menikmati status barunya yaitu menjadi ibu rumah tangga dan istri yang bahagia