PENANGKAPAN MR. JADHAV DI PAKISTAN
*Oleh: Kapten_Ran
Penangkapan
Tuan Jadhav masih menjadi kontroversi karena perbedaan klaim antara Republik
India [“India”] dan Pakistan.
Klaim dari Pakistan, penangkapan Tuan Jadhav di Provinsi Balochistan karena
tindakan spionase dan terorisme atas nama India sementara India mengklaim Tuan
Jadhav ditangkap di Republik Islam Iran [“Iran’}
lalu dibawa ke Pakistan. Bagaimanapun cara penangkapan yang dilakukan oleh
Pakistan, negara tersebut telah gagal untuk menerapkan aturan dari Vienna Convention on Consular Relations
[“Vienna Convention”] sejak proses
penangkapan, penahanan, dan pengadilan Tuan Jadhav.
Penangkapan Tuan Jadhav tidak beritahukan sesegera mungkin setelah
penangkapannya pada petugas konsuler India di Pakistan.
Pelanggaran
terhadap kewajiban yang harus dilakukan Pakistan berdasarkan Vienna Convention tidak melepaskan tanggungjawabnya
untuk menghormati UDHR. UDHR mengharuskan setiap negara untuk menghormati
hak-hak fundamental manusia. Tujuannya agar negara menjadi promotor utama yang
melindungi hak-hak fundamental manusia. India mengklaim bahwa Tuan Jadhav
diculik oleh Pakistan dari Iran lalu dibawa ke Pakistan oleh militer Pakistan.
Ditinjau dari perspektif India, penangkapan Tuan Jadhav dilakukan secara ilegal
karena ia kehilangan kebebasannya
sebagai Individu secara tidak sah.].
Penangkapan
Tuan Jadhav tidak sah berdasarkan prinsip ex
injuria non oritur actio. Maka Tuan Jadhav tidak dapat diproses lebih
lanjut sebab perbuatan yang melawan hukum tidak dapat menimbulkan akibat hukum.
Tuan Jadhav harusnya tidak diproses lebih lanjut karena penangkapannya tidak
sah secara hukum. Sebagai bentuk pertanggungjawaban dari Pakistan atas
pelanggarannya terhadap ketentuan UDHR dan Vienna
Convention. Negara tersebut harus memberikan kompensasi pada Tuan Jadhav
karena berusaha menghilangkan hak-hak fundamentalnya pada saat penangkapannya
yang kontroversial.
25
Maret 2016 hingga 9 Oktober 2017 Komisi Tinggi India di Islamabad mengirimkan
lebih dari sepuluh nota verbal kepada Kementerian Luar Negeri Pakistan untuk
mendapatkan akses konsulernya pada Tuan Jadhav.
21 Maret 2017 Pakistan mengirimkan jawaban atas nota verbal India, Pakistan
akan memikirkan ulang tentang kemauan India untuk menemui Tuan Jadhav karena
penolakan India untuk bekerja sama dalam penyelidikan Tuan Jadhav.
Pakistan telah bertindak secara sewenang-wenang dalam penahanan Tuan Jadhav.
Tuan Jadhav mengalami diskriminasi dalam proses penahanan yang dilakukan oleh
Pakistan.
Tuan Jadhav tidak mendapatkan pemberitahuan apapun dari Pakistan terkait
hak-hak yang dimilikinya selama berada dibawah penahanan Pakistan. Diskriminasi
ini telah melanggar pasal 7 UDHR.
Pakistan
tidak memberikan perlindungan hukum pada Tuan Jadhav dalam proses penahanannya.
Pakistan memanfaatkan Tuan Jadhav utuk mendapatkan informasi khusus yang
diketahuinya melalui interogasi oleh anggota militernya.
Diskriminasi yang dilakukan oleh Pakistan telah menempatkan Tuan Jadhav sebagai
pihak yang bersalah sebelum putusan pengadilan. Prinsip presumption of innocence diakui di berbagai negara dan penerapannya
sangat diperlukan untuk memastikan seseorang tidak dirampas haknya sebelum
jatuhnya putusan pengadilan.
Pelanggaran terhadap prinsip presumption
of innocence terjadi ketika Pakistan secara sengaja menghalangi komunikasi
antara petugas Konsuler India yang ada di Pakistan dengan Tuan Jadhav.
Penahanan
Tuan Jadhav yang tidak sesuai dengan prosedur telah mengakibatkan kerugian
secara fisik dan psikis bagi Tuan Jadhav. Kerugian fisik yang ia terima adalah
adanya kemungkinan dirinya dihukum mati mengingat Pakistan merupakan salah satu
negara yang masih menerapkan hukuman mati. Kerugian psikis yang dialami Tuan
Jadhav mungkin terjadi selama masa interogasi oleh militer Pakistan untuk
mendapatkan keterangan darinya. Disamping itu Pakistan telah membuat Petugas
Konsuler India di Pakistan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik karena
pembatasan yang sengaja dilakukan oleh Pakistan.
India
tidak menerima detail penjatuhan hukuman mati Tuan Jadhav, banding, atau
dokumen apapun terkait pengadilan Tuan Jadhav.
India hanya bisa mengakses putusan terkait kasus Tuan Jadhav di situs yang
sudah disediakan. Putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Militer
Pakistan memutuskan bahwa Tuan Jadhav akan dihukum mati.
Hukuman mati terhadap Tuan Jadhav telah melanggar ketentuan UDHR.
Kehidupan yang dimiliki oleh seseorang tidak bisa diambil dalam kondisi apapun
sesuai UDHR karena kehidupan itu sendiri melekat pada manusia.
Pakistan
seharusnya tidak menjatuhkan hukuman mati terhadap warga negara lain tanpa
melibatkan negara tersebut. Hukuman mati bagi Tuan Jadhav seharusnya tidak dijatuhkan.
Pasal 3 UDHR berbunyi “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan
keselamatan sebagai individu.”. Maka Pakistan tidak dibenarkan dalam
menggunakan hukuman mati pada Tuan Jadhav. Selain melanggar ketentuan dalam
UDHR, prinsip ex injuria non oritur actio
bisa diterapkan dalam putusan tersebut. Akibatnya putusan dari Pengadilan
Militer Pakistan dapat dibatalkan demi hukum karena melanggar prinsip umum yang
sudah diterapkan antar negara.
UDHR
menegaskan bahwa suatu proses peradilan harus adil dan tidak memihak.
Dalam proses peradilan Tuan Jadhav, tampaknya pengadilan Militer Pakistan memihak
pada negaranya sendiri. Pengadilan tidak meminta keterlibatan India secara
aktif di kasus tersebut. Padahal harusnya India juga ikut serta terlibat secara
aktif karena Tuan Jadhav mendapatkan hukuman mati atas nama India.
Keberadaannya di Pakistan di klaim oleh negara tersebut karena India yang
memasukkannya. Namun India tidak diberikan kesempatan dalam memverifikasi
pernyataan dari Tuan Jadhav dan kesimpulan yang diambil oleh Pakistan. India
dirugikan atas adanya pengadilan ini karena nama baik negaranya tercemar dan
warga negaranya dihukum tanpa diberikan haknya.
ICJ
bertugas menyelesaikan sengketa atau kasus yang berada di ruang lingkup
Internasional dan memberikan opini terhadap negara atau badan internasional
yang memintanya. Pasal 39 - 64 Statuta Mahkamah Internasional mengatur mengenai
prosedur penyelesaian sengketa atau kasus di ICJ, sementara Pasal 65 - 68
Statuta Mahkamah Internasional mengatur prosedur pemberian opini ICJ terhadap negara atau badan
internasional yang meminta. Setiap putusan atau opini yang dikeluarkan oleh ICJ
akan ditampilkan pada situs web resmi mereka yang bisa diakses oleh semua
orang.
Pasal
36 ayat (1) huruf (a) dan (c) Konvensi Wina mengatur tentang komunikasi antara
warga negara pengirim dan konsuler negara pengirim. Berdasarkan pasal diatas, Pakistan harus
menyediakan akses antara petugas konsuler India kepada Tuan Jadhav atau
sebaliknya, namun pada faktanya Pakistan menolak permintaan akses tersebut. ICJ
dalam putusannya memberikan solusi agar Pakistan menghentikan tindakannya yang
salah berdasarkan hukum Internasional, memberitahu hak yang dimiliki oleh Tuan
Jadhav tanpa adanya penundaan, memperbolehkan petugas konsuler India untuk
menemui dan mengatur perwakilan hukum bagi Tuan Jadhav, Menunda eksekusi guna
melakukan pertimbangan dan peninjauan ulang yang efektif atas vonis dan hukuman
Tuan Jadhav yang diserahkan kembali kepada Pakistan..
ICJ
dalam menangani kasus Tuan Jadhav yang melibatkan Negara India dan Pakistan
telah memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang ada di dalam kasus ini
melalui putusannya pada tahun 2019. Berdasarkan putusan ini maka Tuan Jadhav
yang haknya dilanggar oleh Pakistan diperbolehkan untuk mendapatkan haknya,
Pakistan harus mengizinkan India melalui petugas konsulernya yang berkedudukan
di Pakistan untuk berkomunikasi dengan Tuan Jadhav, serta melakukan peninjauan
ulang kasus Tuan Jadhav dengan melibatkan pihak India. Putusan ini tidak
merugikan Pakistan karena proses hukum Pakistan tetap dijalankan namun tidak
boleh mencederai ketentuan-ketentuan hukum internasional. India juga tidak
dirugikan karena hukum internasional akan dilibatkan dalam penyelesaian kasus
Tuan Jadhav.
UDHR mengharuskan setiap negara untuk
menghormati hak-hak fundamental manusia. Tujuannya agar negara menjadi promotor
utama yang melindungi hak-hak fundamental manusia. Penangkapan Tuan Jadhav
tidak sah berdasarkan prinsip ex injuria
non oritur actio. Maka Tuan Jadhav tidak dapat diproses lebih lanjut sebab
perbuatan yang melawan hukum tidak dapat menimbulkan akibat hukum. Tuan Jadhav
harusnya tidak diproses lebih lanjut karena penangkapannya tidak sah secara
hukum.
Pakistan telah bertindak secara
sewenang-wenang dalam penahanan Tuan Jadhav. Tuan Jadhav mengalami diskriminasi
dalam proses penahanan yang dilakukan oleh Pakistan. Tuan Jadhav tidak
mendapatkan pemberitahuan apapun dari Pakistan terkait hak-hak yang dimilikinya
selama berada dibawah penahanan Pakistan. Diskriminasi yang dilakukan oleh
Pakistan telah menempatkan Tuan Jadhav sebagai pihak yang bersalah sebelum
putusan pengadilan.
Hukuman mati terhadap Tuan Jadhav telah
melanggar ketentuan UDHR. Hukuman mati bagi Tuan Jadhav seharusnya tidak
dijatuhkan. Pakistan tidak dibenarkan dalam menggunakan hukuman mati pada Tuan
Jadhav. Dalam proses peradilan Tuan Jadhav, tampaknya pengadilan Militer
Pakistan memihak pada negaranya sendiri. Padahal harusnya India juga ikut serta
terlibat secara aktif karena Tuan Jadhav mendapatkan hukuman mati atas nama
India. Namun India tidak diberikan kesempatan dalam memverifikasi pernyataan
dari Tuan Jadhav dan kesimpulan yang diambil oleh Pakistan.
ICJ dalam putusannya memberikan solusi
agar Pakistan menghentikan tindakannya yang salah berdasarkan hukum
Internasional, memberitahu hak yang dimiliki oleh Tuan Jadhav tanpa adanya
penundaan, memperbolehkan petugas konsuler India untuk menemui dan mengatur
perwakilan hukum bagi Tuan Jadhav, Menunda eksekusi guna melakukan pertimbangan
dan peninjauan ulang yang efektif atas vonis dan hukuman Tuan Jadhav yang diserahkan
kembali kepada Pakistan. Putusan ini tidak merugikan Pakistan karena proses
hukum Pakistan tetap dijalankan namun tidak boleh mencederai
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
0 Komentar